Pake cadar?


"Sebenernya wajib ga sih make cadar?" Itulah kurang lebih pertanyaan yang pernah keluar dari sebagian akhwat yang masih kebingungan tentang hukum memakai cadar. Sebagian dari teman akhwat kita ada yang memakai cadar dan adapula yang tidak memakainya. Mereka yang tidak memakai cadar mungkin sudah mengetahui bahwa hukum memakainya tidak wajib, atau mereka tidak mengetahui apa-apa tentang hukumnya. Mereka yang memakai cadar pun mempunyai hujah berbeda-beda. Sebagian dari mereka memang benar-benar mengikuti pendapat ulama yang mewajibkan memakai cadar. Namun, ada pula dari mereka yang memakainya hanya sekedar menghindari fitnah, lebih kepada sifat hati-hati, menghindari timbulnya hawa nafsu dari kaum adam.

Banyak ulama berbeda pendapat tentang masalah ini. Ada sebagian ulama yang mewajibkannya dengan berpegang teguh kepada hadits Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'anha, bahwa dia menutup wajahnya ketika sedang melakukan haji dan berpapasan dengan rombongan orang asing, sampai rombongan tersebut menjauh. Namun, adapula ulama yang tidak mewajibkannya, sebagaimana yang dikatakan Mufti Agung Mesir Prof. Dr. Ali Jum'ah Muhammad, dimana beliau sudah memberikan fatwa tentang masalah ini ketika seorang muslimah menanyakannya. Sebenarnya fatwa ini sudah lama beliau sampaikan kepada masyarakat, namun sepertinya sebagian masyarakat ada yang belum mengetahuinya. Berikut jawaban Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum'ah Muhammad tentang hukum memakai cadar;

Pakaian islami yang diwajibkan atas perempuan muslimah adalah semua pakaian yang tidak membentuk lekuk badan tidak transparan, serta menutupi seluruh tubuh, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Tidak ada larangan baginya untuk memakai pakaian yang berwarna dengan syarat tidak mencolok, menarik perhatian atau memikat lawan jenis. Bila syarat-syarat ini dapat terealisasi pada suatu jenis pakaian tertentu, maka seorang muslimah dapat memakainya dan menggunakannya untuk bepergian (keluar rumah).

Adapun hukum memakai cadar yang menutup wajah bagi perempuan dan sarung tangan yang menutup kedua telapak tangannya, maka menurut jumhur (mayoritas) ulama adalah tidak wajib. Sehingga seorang muslimah boleh membiarkan wajah dan kedua telapak tangannya terbuka. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanallahu wa Ta'ala:

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya." (An-Nur: 31)

Jumhur ulama dari kalangan sahabat dan para ulama menafsirkan bahwa "perhiasan yang biasa nampak" dalam ayat diatas adalah wajah dan telapak tangan. Penafsiran ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Anas, dan Aisyah Radhiyallahu 'anhum

Jumhur ulama juga berpegang pada ayat;

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

"Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khumur) ke dadanya (juyub),"

Al-Khimar adalah penutup kepala atau kerudung. Sedangkan aljaib adalah bagian pakaian yang terbuka di atas dada. Dalam ayat ini Allah Subhanallahu wa Ta'ala memerintahkan kepada seorang muslimah untuk menutup dadanya dengan kerudung. Seandainya menutup wajah merupakan suatu kewajiban, niscaya ayat tersebut juga akan menjelaskannya secara jelas.

Sedangkan dalil dari sunnah adalah hadits yang diriwayatkan Aisyah Radhiyallahu 'anha, bahwa Asma binti Abu Bakar mengunjungi Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan mengenakan pakaian yang tipis. Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam pun berpaling darinya seraya bersabda;

يَا أَسماء إن المرأة إذا بلغت المحيض لم تصلح أن يرى منها إلا هذا وهذا

"Wahai Asma, seorang perempuan jika telah mencapai msa haidh, tidak boleh ada yang terlihat darinya selain ini dan ini. Beliau mengatakan demikian sembari menunjuk wajah dan telapak tangannya". (HR Abu Daud)

Dan masih banyak dalil lain yang secara tegas menjelaskan tidak wajibnya menutup wajah dan kedua telapak tangan.

Di lain pihak, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa muslimah wajib menutup wajahnya. Mereka berpegang kepada hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, bahwa dia berkata; "Rombongan-rombongan haji melintasi kami yang sedang dalam keadaan ihram bersama Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam. Jika salah satu rombongan sejajar dengan kami, maka setiap orang dari kami menurunkan jilbabnya dari arah kepalanya untuk menutupi wajahnya. Bila mereka telah menjauh dari kami, maka kami membuka wajah kami kembali."

Hadits ini tidaklah menunjukan kewajiban menutup wajah bagi perempuan, karena perbuatan sahabat sama sekali tidak menunjukan suatu kewajiban. Hadits ini juga tidak menutup kemungkinan dikhususkan untuk para ummu al Mu`minin (para istri Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam) sebagaimana kekhususan larangan menikahi mereka setelah Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam meninggal dunia. Di samping itu, sebagaimna diketahui dalam ilmu ushul fiqh, bahwa peristiwa personal yang mempunyai hukum khusus untuknya, jika mengandung kemungkinan-kemungkinan hukum yang berbeda, maka ia mengandung makna ijmali` (global), sehingga tidak bisa digunakan sebagai dalil.

"إن وقائع الأحوال إذا تطرق إليها الإحتمال كساها ثوب الإجمال، فسقط بها الإستدلال"

Imam Malik dalam kitab Muwatho-nya, meriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda;

لا تنتقب المرأة المحرمة ولا تلبس القفازين

"Seorang perempuan yang sedang melakukan ihram tidak boleh memakai cadar dan sarung tangan."

Hadits ini menunjukan bahwa menutup wajah dan kedua telapak tangan wanita merdeka (bukan budak) bukanlah aurat. Bagaimana mungkin keduanya adalah aurat, padahal para ulama telah sepakat atas kebolehan membukanya ketika sedang melakukan shalat dan kewajiban ketika sedang melakukan ihram. Karena sebagaimana diketahui, tidak mungkin suatu aurat dibuka ketika sedang melaksanakan shalat, lalu wajib dibuka ketika berihram. Disamping itu, hal-hal yang dilarang dalam ihram pada asalnya adalah hal-hal yang dibolehkan, misalkan memakai pakaian berjahit, minyak wangi, berburu, dan lain-lain. Tidak satupun dari hal-hal yang dilarang itu awalnya wajib, lalu kemudian diharamkan karena melakukan ihram.

Kesimpulannya, menutup wajah dan telapak tangan bagi seorang wanita muslimah hukumnya tidaklah wajib, melainkan hanya masuk kedalam wilayah kebolehan (mubah), Sehingga jika dia menutup wajah dan kedua telapak tangannya, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila ia hanya memakai pakaian islami saja, tanpa menutup wajah dan telapak tangannya, maka dia telah melakukan kewajiban menutup aurat yang dibebankan atasnya. Wallahu Subhanahu wa Ta'ala A'lam


Category:

0 comments:

Post a Comment